Graaf Johannes Van Den Bosch.
Lukisan potret dibuat oleh Raden Saleh.
Johannes Graaf Van Den Bosch (lahir di Herwijnen,Lingewaal,1 Februari 1780-Meninggal di Den Haag,28 Januari 1844 pada umur 63 tahun) adalah Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang ke-43.Ia memerintah antara tahun 1830-1834.Pada masa pemerintahannya Tanam Paksa (Cultuurstelsel) mulai direalisasi,setelah sebelumnya hanya merupakan konsep kajian yang dibuat untuk menambah kas pemerintah colonial maupun Negara induk Belanda yang kehabisan dana karena peperangan di Eropa maupun daerah koloni (terutama di Jawa dan Pulau Sumatera).
Biografi
Van Den Bosch dilahirkan di Herwijnen,Provinsi Gelderland,Belanda. Kapal yang membawanya tiba di Pulau Jawa tahun 1797,sebagai seorang letnan,tetapi pangkatnya cepat dinaikkan menjadi colonel. Pada tahun 1810 sempat dipulangkan ke Belanda karena perbedaan pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Setelah kepulangannya ke Belanda pada bulan November 1813,Van Den Bosch beragitasi untuk kembalinya Wangsa Oranje. Dia diangkat kembali sebagai colonel di ketentaraan dan menjadi Panglima Maastricht. Di Belanda karier militernya membuatnya terlibat sebagai komandan di Maastricht dengan pangkat sebagi Mayor Jenderal. Di luar kegiatan karier,Van Den Bosch banyak membantu menyadarkan warga Belanda akan kemiskinan akut di wilayah koloni. Pada tahun 1827,dia diangkat menjadi Jenderal Komisaris dan dikebalikan ke Batavia (kini Jakarta),hingga akhirnya menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1830. Van Den Boch kembali ke Belanda sesuadah 5 tahun. Dia pensiun secara sukarela pada tahun 1839.
Politik kolonial Van Den Bosch (Sistem Tanam Paksa) 1830-1870
Pada tahun 1830 pemerintah Belanda mengangkat Gubernur Jenderal yang baru untuk Indonesia,yaitu Johannes Van Den Bosch. Van Den Bosch inilah yang kemudian mengeluarkan kebijakannya yang terkenal. Yaitu cultuurstelsel atau system tanam paksa. Adapun latar belakang dikeluarkannya aturan tanam paksa adalah sebagai beikut :
1.Terhentinya produksi tanaman ekspor selama system sewa/pajak tanah berlangsung.
2.Kosongnya kas negara akibat besarnya alokasi dana untuk menumpas perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830) dan perang kemerdekaan Belgia.
3.Besarnya hutang Belanda.
Pokok-pokok/aturan awal tanam paksa
1.Rakyat diwajibkan menyediakan 1/5 dari tanahnya untuk ditanami tanaman dagang/ekspor yang laku di pasar ekspor,seperti tebu,kopi,nila.
2.Tanah yang disediakan untuk penanaman tanaman dagang tersebut dibebaskan dari pajak tanah.
3.Nilai lebih/sisa keuntungan dari penanaman tanaman dagang tersebut diberikan kepada petani.
4.Waktu pekerjaan menanam tanaman dagang tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi.
5.Kegagalan panen atas penanaman dagang menjadi tanggung jawab pemerintah
6.Pengawasaan atas tanam paksa dilakukan oleh pejabat pribumi (bupati).
Pelaksanaan system tanam paksa
1.Tanaman yang diwajibkan untuk penanaman tanaman dagang,sering melebihi 1/5,bahkan mencapai ½ luas tanah petani.
2.Sisa keuntungan dari penanaman tanaman dagang diambil oleh pemerintah.
3.Pekerjaan untuk menanam tanaman dagang sering melebihi waktu untuk menanam padi,sehingga areal penanaman padi rakyat menjadi terlantar.
4.Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.
5.Adanya cultuur prosenten (prosentasi keuntungan) yang diberikan kepada pengawas tanam paksa.
Pemberlakuan cultuurstelsel/system tanam paksa ini telah menimbulkan dampak yang luas bagi pemerintah Belanda maupun terhadap rakyat pribumi.
Dampak tanam paksa terhadap pemerintah Belanda .
1.Pendapatan pemerintah Belanda mengalami surplus (Batig Slot).
2.Hutang-hutang Belanda dapat terlunasi.
3.Pemerintah Belanda dapat melakukan pembangunan negaranya.
Dampak tanam paksa terhadap rakyat pribumi :
1.Menyempitnya luas areal penanaman padi
2.Munculnya bencana kelaparan di Demak dan Grobogan (1849-1850).
3.Akibat kegagalan panen dan wabah kelaparan.
4.Meluasnya bentuk kepemilikan lahan beserta (tanah milik komunal).
5.Rakyat pribumi mulai mengenali jenis tanaman ekspor dan system penanamannya.
Lukisan potret dibuat oleh Raden Saleh.
Johannes Graaf Van Den Bosch (lahir di Herwijnen,Lingewaal,1 Februari 1780-Meninggal di Den Haag,28 Januari 1844 pada umur 63 tahun) adalah Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang ke-43.Ia memerintah antara tahun 1830-1834.Pada masa pemerintahannya Tanam Paksa (Cultuurstelsel) mulai direalisasi,setelah sebelumnya hanya merupakan konsep kajian yang dibuat untuk menambah kas pemerintah colonial maupun Negara induk Belanda yang kehabisan dana karena peperangan di Eropa maupun daerah koloni (terutama di Jawa dan Pulau Sumatera).
Biografi
Van Den Bosch dilahirkan di Herwijnen,Provinsi Gelderland,Belanda. Kapal yang membawanya tiba di Pulau Jawa tahun 1797,sebagai seorang letnan,tetapi pangkatnya cepat dinaikkan menjadi colonel. Pada tahun 1810 sempat dipulangkan ke Belanda karena perbedaan pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Setelah kepulangannya ke Belanda pada bulan November 1813,Van Den Bosch beragitasi untuk kembalinya Wangsa Oranje. Dia diangkat kembali sebagai colonel di ketentaraan dan menjadi Panglima Maastricht. Di Belanda karier militernya membuatnya terlibat sebagai komandan di Maastricht dengan pangkat sebagi Mayor Jenderal. Di luar kegiatan karier,Van Den Bosch banyak membantu menyadarkan warga Belanda akan kemiskinan akut di wilayah koloni. Pada tahun 1827,dia diangkat menjadi Jenderal Komisaris dan dikebalikan ke Batavia (kini Jakarta),hingga akhirnya menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1830. Van Den Boch kembali ke Belanda sesuadah 5 tahun. Dia pensiun secara sukarela pada tahun 1839.
Politik kolonial Van Den Bosch (Sistem Tanam Paksa) 1830-1870
Pada tahun 1830 pemerintah Belanda mengangkat Gubernur Jenderal yang baru untuk Indonesia,yaitu Johannes Van Den Bosch. Van Den Bosch inilah yang kemudian mengeluarkan kebijakannya yang terkenal. Yaitu cultuurstelsel atau system tanam paksa. Adapun latar belakang dikeluarkannya aturan tanam paksa adalah sebagai beikut :
1.Terhentinya produksi tanaman ekspor selama system sewa/pajak tanah berlangsung.
2.Kosongnya kas negara akibat besarnya alokasi dana untuk menumpas perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830) dan perang kemerdekaan Belgia.
3.Besarnya hutang Belanda.
Pokok-pokok/aturan awal tanam paksa
1.Rakyat diwajibkan menyediakan 1/5 dari tanahnya untuk ditanami tanaman dagang/ekspor yang laku di pasar ekspor,seperti tebu,kopi,nila.
2.Tanah yang disediakan untuk penanaman tanaman dagang tersebut dibebaskan dari pajak tanah.
3.Nilai lebih/sisa keuntungan dari penanaman tanaman dagang tersebut diberikan kepada petani.
4.Waktu pekerjaan menanam tanaman dagang tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi.
5.Kegagalan panen atas penanaman dagang menjadi tanggung jawab pemerintah
6.Pengawasaan atas tanam paksa dilakukan oleh pejabat pribumi (bupati).
Pelaksanaan system tanam paksa
1.Tanaman yang diwajibkan untuk penanaman tanaman dagang,sering melebihi 1/5,bahkan mencapai ½ luas tanah petani.
2.Sisa keuntungan dari penanaman tanaman dagang diambil oleh pemerintah.
3.Pekerjaan untuk menanam tanaman dagang sering melebihi waktu untuk menanam padi,sehingga areal penanaman padi rakyat menjadi terlantar.
4.Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.
5.Adanya cultuur prosenten (prosentasi keuntungan) yang diberikan kepada pengawas tanam paksa.
Pemberlakuan cultuurstelsel/system tanam paksa ini telah menimbulkan dampak yang luas bagi pemerintah Belanda maupun terhadap rakyat pribumi.
Dampak tanam paksa terhadap pemerintah Belanda .
1.Pendapatan pemerintah Belanda mengalami surplus (Batig Slot).
2.Hutang-hutang Belanda dapat terlunasi.
3.Pemerintah Belanda dapat melakukan pembangunan negaranya.
Dampak tanam paksa terhadap rakyat pribumi :
1.Menyempitnya luas areal penanaman padi
2.Munculnya bencana kelaparan di Demak dan Grobogan (1849-1850).
3.Akibat kegagalan panen dan wabah kelaparan.
4.Meluasnya bentuk kepemilikan lahan beserta (tanah milik komunal).
5.Rakyat pribumi mulai mengenali jenis tanaman ekspor dan system penanamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar